Metabolism Hormesis (Menantang Metabolisme)


Tujuan dari Hormesis (Tantangan) terhadap metabolisme di Fastosis, adalah strategi yang digunakan untuk melatih dan memperkuat kapasitas tubuh manusia untuk mendapatkan Homeostasis (Keseimbangan) di kondisi Puasa. Homeostasis dimana saat puasa, tubuh akan selalu membakar lemak (FFA & Ketone) dibanding terus membakar Glukosa dari asupan makanan di kondisi makan sebelumnya.

Seperti halnya berlatih fisik dengan olahraga angkat beban (Resistance Training) atau daya tahan (Endurance Training), kemampuan adaptasi terhadap kondisi Puasa bisa selalu ditingkatkan dengan latihan rutin dan konsisten. Dan juga seperti halnya saat kita tidak pernah olahraga, sehingga otot mengalami pelemahan dan penurunan fungsionalitas. Maka manusia yang jarang menempatkan diri di kondisi Puasa, akan mengalami hal yang sama pada kapasitas metabolisme didalam sel-sel tubuhnya (terutama sel Otot dan sel Liver).

Bahkan sebenarnya, Puasa dan Olahraga banyak memiliki kesamaan dalam memberikan berbagai keuntungan dari sisi kesehatan manusia, seperti

  1. Meningkatkan penurunan lemak cadangan ditubuh (Fat Loss).
  2. Meningkatkan sensitivitas hormon insulin.
  3. Meningkatkan metabolisme.
  4. Membuat bakteri-bakteri jahat di usus kelaparan.
  5. Memperpanjang rentang hidup manusia.
  6. Memperbaiki rasa lapar yang berlebihan.
  7. Meningkatkan rasa kenyang lebih cepat.
  8. Membuat apresiasi terhadap makanan menjadi lebih baik.
  9. Memperbaiki pola makan yang buruk (selalu makan dan selalu lapar).
  10. Meningkatkan kapasitas dan fungsionalitas otak manusia.
  11. Meningkatkan respon sistem immune.
  12. Melawan sel-sel malignant / Cancer (Ketergantungan Glukosa untuk sumber energi sel secara fermentasi).
  13. Memperbaiki Insulin Resistance dan diabetes.
  14. Membersihkan Fatty Liver.
  15. Memperbaiki berbagai masalah penurunan fungsi syaraf pusat diotak (Neurodegenerative disorder).
  16. Meredam dan mengurangi Inflamasi (Iritasi).
  17. Memicu regenerasi dan perbaikan sel-sel ditubuh.
  18. Menurunkan kadar lemak (Triglyceride) didarah.
  19. Menyeimbangkan tekanan darah.
  20. Memperbaiki masalah autoimmune, allergy dan hypersensitivity.
  21. Mengistirahatkan kerja sistem pencernaan yang menggunakan energi besar saat selalu aktif.
  22. Menurunkan gula darah.
  23. Menurunkan level hormon insulin.
  24. Meningkatkan sensitivitas insulin.
  25. Meningkatkan proses peluruhan lemak (Lipolysis) dan mobilisasi lemak bebas (FFA) sebagai sumber energi.
  26. Meningkatkan kapasitas oksidasi dari mitochondria (Generator Energi Sel) didalam sel-sel tubuh.
  27. Meningkatkan hormon Glucagon, HGH (Human Growth Hormone), Adrenaline, Noradrenaline.
  28. Mereset kembali AMPK (AMP-Activated Protein Kinase) sebagai Master Regulator Metabolisme sel-sel ditubuh.
  29. Memicu pembelahan Mitochondria (Generator Energi Sel) yang akan meningkatkan kapasitas Oksidasi dan menekan level Radikal Bebas (ROS – Reactive Oxygen Species) dari hasil metabolisme sel-sel ditubuh untuk memperoleh energi (ATP).
  30. Memicu proses Autophagy, yang merupakan cara sel-sel ditubuh untuk mendaur ulang ekses protein berlebih didalam sel yang bersifat disfungsional dan membebani sel itu sendiri.
  31. Membersihkan Glycation (Karamelisasi) yang terjadi sebelumnya, akibat seringnya mengalami kondisi Hyperglycemic (Tinggi Gula Darah) karena menderita diabetes, insulin resistance, dan obesitas .
  32. Meningkatkan synaptogenesis (pembentukan synapse) dan remyelination (pembentukan myelin) yang akan meningkatkan kapasitas dan fungsionalitas dalam belajar dan berkembang.
  33. Menurunkan level Oxidative Stress akibat abnormalitas metabolisme glukosa dari pola makan tinggi karbohidrat sebelumnya


Tapi apakah manusia modern saat ini sadar, bahwa untuk memperoleh berbagai keuntungan diatas, tidak perlu didapatkan dengan mencari apa yang harus dimakan dalam jumlah besar dan sering ?

Rahasianya terletak di Puasa dan Olahraga, dengan kondisi metabolisme lemak yang optimal (Ketosis). Inilah esensi Fastosis sebenarnya untuk mengembalikan Homeostasis (Keseimbangan) manusia dikondisi puasa, dan bukanlah dikondisi makan (lebih lagi, dari kondisi selalu makan).

Memperpanjang waktu dikondisi puasa setiap hari (dibandingkan kondisi makan) akan membuat manusia mencapai berbagai hal diatas. Sama hal nya seperti berolahraga, dimana dengan memperbanyak waktu berpuasa adalah salah satu bentuk “Latihan Metabolisme” dimana manusia dapat melatih tubuhnya untuk dapat menggunakan dan memobilisasi cadangan lemak dari jaringan lemak (adipose tissue) ditubuh dengan lebih efektif dan efisien.

Biasanya didalam kondisi makan, tubuh akan mulai mencerna dan menyerap nutrisi dari makanan yang telah dimakan sebelumnya, selama 3 – 5 jam kedepan. Hormon insulin akan meningkat dan akan menghentikan total semua proses metabolisme lemak, serta akan memicu semua ekses kalori dari makanan untuk disimpan dalam bentuk Glycogen dan Lemak.

Setelah itu, tubuh akan melalui kondisi Post-Absorptive (fase setelah selesai mencerna), dimana komponen-komponen dari penyerapan makanan sebelumnya, masih beredar di sirkulasi tubuh. Fase ini akan berlangsung selama 8 – 12 jam dari asupan makanan terakhir, sampai akhirnya masuk ke kondisi Puasa yang sebenarnya.

Ketika sampai dikondisi Puasa, maka tubuh akan mulai menggunakan lemak cadangan yang sebelumnya tidak dapat diakses di kondisi Makan. Karena kita tidak akan masuk dalam kondisi Puasa hingga mencapai 12 jam dari makan terakhir. Ini sebabnya Fastosis yang menggunakan periode puasa minimal 16 jam dalam 1x 24 jam, sangat efektif untuk menggiring masuknya metabolisme tubuh ke kondisi Puasa yang optimal. Dimana akses ke cadangan lemak akan diselalu diperoleh setiap hari didalam pola hidup Fastosis (Fastosis Lifestyle). Belum lagi saat adaptasi dikondisi Puasa telah berlangsung dengan optimal sehingga membuat kemampuan memperpanjang puasa sangat mudah dilakukan. Otomatis dengan puasa yang lebih lama seperti 18 jam hingga 20 jam, tubuh akan menghabiskan waktu lebih lama di kondisi Puasa, dibandingkan kondisi Makan, yang berarti lebih sering menggunakan sumber energi lemak dari cadangan tubuh.

Olahraga di kondisi Puasa (Fasted Training) akan sangat membantu dalam proses adaptasi Puasa (metabolisme lemak). Glycogen (cadangan Glukosa dalam bentuk pati yang dominan tersimpan di otot dan liver) akan dibakar saat tidur dan kondisi Puasa. Lalu akan dibakar lebih banyak lagi saat berolahraga di kondisi Puasa tersebut, yang otomatis akan turut meningkatkan sensitivitas insulin pada seluruh sel-sel di tubuh (Terutama Otot dan Liver).

Hal ini sangat menguntungkan, dibandingkan dengan berolahraga setelah makan, dimana tubuh akan malah menggunakan bahan bakar yang diperoleh dari degradasi komponen makanan yang telah dicerna sebelumnya. Otomatis tubuh tidak akan memobilisasi cadangan lemak dari jaringan lemak ditubuh, saat simpanan Glycogen masih banyak di sel-sel Otot dan Liver.


SARAPAN ADALAH SAAT MAKAN PALING PENTING SEPANJANG HARI

Manusia modern telah di doktrin oleh ungkapan diatas bertahun-tahun lamanya.
Doktrin yang menjadi trend saat makanan adalah sesuatu yang mudah diperoleh dan tersedia dimana-mana setiap saat (Surplus Pangan).

Ketika pertama kali manusia bangun dipagi hari, maka level hormon insulinnya akan sangat rendah, dan biasanya pagi hari adalah saat dimana manusia baru mulai masuk ke kondisi Puasa sebenarnya (12 jam setelah makan terakhir). Hal paling buruk yang dilakukan dikondisi ini adalah Sarapan, dimana aksi ini akan menaikkan hormon insulin seketika dan menghentikan proses mobilisasi serta metabolisme lemak cadangan ditubuh yang baru saja akan mulai terjadi. Pilihan yang lebih baik adalah memundurkan kondisi makan pertama kali disetiap hari, beberapa jam lebih jauh dari saat bangun tidur. Dimana tubuh akan memperoleh kesempatan untuk menggunakan lemak cadangan di kondisi Puasa sebagai bahan bakarnya.

Kenaikan hormon insulin di awal pagi hari akibat sarapan, akan memicu penurunan gula darah yang lebih cepat beberapa jam setelahnya, yang otomatis akan memicu rasa lapar yang lebih cepat dan pasti akan membuat makan siang menjadi lebih pasti untuk terjadi.

Dalam evolusi manusia, hal ini sangat tidak natural. Karena dengan sarapan, manusia akan terkondisi untuk selalu makan lebih sering sepanjang hari, dibanding melalui kondisi tanpa makanan (Puasa). Saat makanan bukanlah suatu hal yang mudah diperoleh, kondisi sarapan akan sangat antagonis dengan aktivitas manusia mencari makanan sepanjang hari. Beda dengan kondisi saat ini, dimana makanan selalu tersedia dimana-mana, terutama makanan tinggi kalori (Energy Dense Foods) seperti sumber Karbohidrat yang melimpah dimana-mana.

Ini sebabnya tidak natural bagi manusia untuk sarapan dan mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah besar sebagai sumber energi utamanya. Karena 2 hal ini antagonis dengan evolusi manusia yang harus bisa bertahan hidup tanpa makanan diberbagai kondisi alam yang tidak selalu subur dan kaya akan sumber makanan. Kondisi yang sudah pasti terjadi sebelum teknologi agricultural berkembang dan memberikan surplus pangan diseluruh dunia.

Kondisi puasa dengan metabolisme lemak yang optimal, adalah kondisi ideal manusia sebenarnya untuk hidup dimuka bumi. Karena manusia diciptakan sebagai mahluk paling superior dan merupakan mahluk teratas dirantai makanan dalam ekosistem di bumi.


Analogi yang menghubungkan bahwa manusia ditakdirkan untuk mengkonsumsi tumbuh-tumbuhan lebih banyak, adalah kesalahan besar dari penyimpulan struktur anatomi manusia.

Dimana manusia tidak memiliki struktur gigi, cakar, dan pencernaan seperti halnya spesies Karnivora dimuka bumi.

Manusia memiliki senjata terkuat dimuka bumi, yaitu OTAK manusia. Dimana Otak manusia adalah organ terbesar dibanding spesies lain di muka bumi. Ini sebabnya manusia mampu berpikir untuk membuat alat atau senjata dalam usaha memperoleh makanannya. Lalu dengan Otak pulalah manusia dapat mengolah makanannya dengan cara memasaknya terlebih dahulu. Dan apa yang dimakannya sudah pasti berasal dari spesies lain yang juga dapat hidup diberbagai kondisi alam yang tidak selalu subur (Antartika, Tanah Tandus, Gurun Pasir, dsb), yaitu spesies Hewan.

Manusia memang tidak didesain untuk bisa memakan sumber protein sebanyak spesies Karnivora, namun manusia akan memilih bagian terlunak dari buruannya untuk dikonsumsi sebagai makanan utamanya, yaitu bagian yang berlemak (Lunak).

Tumbuh-tumbuhan sudah pasti bukanlah makanan utama bagi manusia, belum lagi buah-buahan yang bersifat tumbuh dan hanya tersedia berdasarkan kondisi iklim dan cuaca dimuka bumi.

Itulah sebabnya dalam dasar ilmu pengetahuan nutrisi, Karbohidrat adalah sumber nutrisi yang “TIDAK ESSENSIAL” bagi manusia. Karena dalam kenyataannya, Glukosa sebagai komponen utama yang terserap dari Karbohidrat, dapat diproduksi sendiri didalam tubuh manusia, tanpa perlu diperoleh dari asupan makanan sehari-hari.

Namun sebaliknya, Lemak dan Protein adalah sumber nutrisi yang sangat “ESSENSIAL” bagi manusia, karena tidak semua jenis Lemak dan Protein bisa diproduksi sendiri ditubuh manusia dan harus diperoleh dari sumber makanan untuk menunjang fungsionalitas tubuh manusia dalam bertahan hidup.

Dari sisi bioavaibilitas nutrisi, sudah jelas sumber hewani merupakan sumber Makronutrisi dan Mikronutrisi yang paling mudah diserap dibanding sumber tumbuh-tumbuhan, yang dalam bentuk aslinya tumbuh-tumbuhan selalu memiliki serat dan berbagai zat kimiawi yang mencegah penyerapan nutrisi yang terkandung didalamnya. Dimana ini adalah mekanisme perlindungan dari dunia tumbuh-tumbuhan untuk melindungi dari serangan patogen.

Karbohidrat dari tumbuh-tumbuhan yang diperoleh dari unsur tanah yang subur, tidak selalu mudah diperoleh manusia setiap saat dan hakikatnya manusia, adalah mahluk yang selalu butuh waktu untuk memperoleh makanannya dan melalui kondisi puasa secara rutin setiap hari.

Melimpahnya sumber pangan dimasa kini, telah membutakan manusia akan hakikat kondisi makan yang natural dimasa lalu, dan sejalan dengan evolusi manusia. Hakikat dimana makanan adalah sesuatu yang dicari untuk bertahan hidup, dan bukanlah sesuatu yang selalu dinikmati sebagai tujuan dari hidup. (Eat to Live Not Live to Eat)

Kebenaran akan rahasia dibalik kondisi Puasa yang terbukti menjadi kondisi natural manusia sebenarnya, telah mengkuak pula kondisi metabolisme manusia yang seharusnya (Ideal), yaitu kondisi dimana Metabolisme Lemak (Ketosis) adalah kondisi bertahan hidup yang paling ideal dalam kelangsungan hidup spesies manusia dimuka bumi.

By : Tyo Prasetyo


Source:

https://www.ketofastosis.com/metabolism-hormesis-menantang-metabolisme